MAZHAB LINGKARAN WINA DAN PEMIKIRANNYA
A. Pendahuluan
Filsafat itu adalah sebuah ciptaan dari
manusia. Maka tenaga dan pikiran yang ada pada manusia yang mengambil inisiatif
dan mempunyai peranan penting. Tetapi dalam hal ini bukanlah semata-mata pikiran
itu saja yang bertindak, sebab yang bertindak itu tetap manusia itu sebagai
satu kesatuan. yang berfilsafat itu adalah manusia bukan fikiran, dan dengan filsafat
manusia akan berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukannya. Banyak sekali
aliran filsafat di dunia ini, sehingga banyak sekali pandangan-pandangan.
Diantaranya yaitu “Lingkaran Wina”. Untuk itu penulis mencoba membahas
Lingkaran Wina dengan segala keterbatasan pengetahuan dan rujukan.
B. Rumusan Masalah
Penulis mencoba merumuskan masalah kedalam:
1.
Apa
hakikat Lingkaran Wina
2.
Siapa
tokoh-tokoh Lingkaran Wina
3.
Apa
pemikiran Lingkaran Wina
C. Asalnya
Lingkaran Wina adalah
sekelompok filsuf dan ilmuwan radikal yang lahir pada tahun 1923 seusai Perang
Dunia I melalui Moritz schlick (1882-1936), sewaktu ia menjadi profesor filsafat
ilmu pengetahuan induktif di Unversitas Wina[1]
dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1960-an.[2]
Lingkaran Wina merupakan
kelompok neo-positivisme (positivisme logis) yang melanjutkan proyek
positivisme. Positivisme adalah wacana yang mendominasi ilmu pengetahuan selama
paruhan pertama abad ke-19. Tokoh positivisme yang paling terkenal adalah
Auguste Comte.
Awalnya mereka merupakan
sekelompok filsuf dan ahli yang berkumpul secara periodik di Wina sejak tahun
1922 hingga 1938. Sebenarnya sebelum tahun 1922 telah ada ahli-ahli yang
memiliki kesamaan minat dan menjadi cikal bakal kelompok ini. Beberapa tokoh
awal adalah Ernst Mach, Phillip Frank, Otto Neurath, dan Hans Hahn[3].
Pada tahun 1922, Rudolf Carnap tiba dan bergabung ke Universitas Wina, di mana
merupakan pusat kegiatan akademis para anggota lingkaran Wina. Kemudian
bergabunglah juga filsuf dan ahli lain, seperti Herbert Feigl, Kurt Goedel, R.
von Mises, dan E. Schroedinger. Pada tahun 1929, kelompok ini menerbitkan tulisan
yang berisi pandangan-pandangan mereka, yakni Wissenschaftliche Weltanshauung, Der
Wiener Kreis. Tulisan tersebut disusun oleh Carnap, Hahn, dan Neurath. Selain
itu, dari tahun 1930-1939, mereka juga menerbitkan jurnal Erkenntnis yang
berisi ide-ide dari lingkaran Wina[4]
Filsafat Analitik adalah suatu
aliran yang berasal dari suatu kelompok filsuf yang menyebut diri The Vienna
Circle. Filsafat analitik Lingkaran Wina itu berkembang hingga ke luar
jerman, khususnya Inggis dan Polandia. Para umumnya para filsuf analitik
menolak metafisikan karena mereka sependapat bahwa metafisika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.[5]
Lingkaran Wina ini muncul pada
Tahun 1920-an di Wina[6].
Lingkaran Wina disebut juga dengan Positivisme Logis ( Logical Positivism )[7]
Lingkaran Wina itu adalah sebuah
kelompok dimana para filsuf memikirkan tentang ilmu pengetahuan dan para
ilmuwan memikirkan tentang filsafat.[8]
D. Tokohnya
Setiap aliran filsafat tentu
punya tokoh yang mempengaruhinya, dan punya anggota-anggota yang berperan
didalamnya dalam menyebarkan pemahamannya itu. Keanggotaan kelompok ini selau berganti,
diantara tokohnya yaitu:[9]
1. Otto Neurath[10]
5. Herbert Feigl
6. Kurt Godel
7. Alfred Jules Ayer. Merupakan seorang filsuf
kelahiran London, studi di Oxford dan pada tahun 1932-1933 berada di Wina dan
atas ajakan Moritz Schlick ikut dalam diskusi bulan dengan kelompok filsuf dan
ilmuwan radikal yang menamakan diri dengan Lingkaran Wina. Dan menulis buku “Language,
Truth and Logic”. Ini merupakan buku yang menjadi dasar keyakinan Lingkaran
Wina.[16]
8. Gottlob Frege (1848-1925)
Pada tahun 1929 Carnap, Hans Hahn dan Otto Neurath
menerbitkan sebuah menifesto yang berjudul “Wissenscaftliche
Welt-auffassung: der Wiener Kreis” ( Pandangan Dunia Ilmiah Kelompok Wina)[17].
Pandangan Lingkaran Wina banyak sekali diikuti oleh ilmuwan kemudian hari. Dan
mengeluarkan konsep ilmu pengetahuan pada dasarnya terdiri dari dua bentuk,
yaitu :
1)
Pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman empiris dan positif.
2)
Metode
ilmiah yang ditetapkan adalah analisis logis (Logical Analysis).[18]
Menurut Victor Kraft bahwa:
“Membangun kesatuan
pengetahuan merupakan tugas sejarah dari filsafat. Demikian pula Lingkaran Wina
tidak melupakan tugas itu. Orang tidak dapat diam-diam menyetujui suatu kesejajaran
dari sistem-sistem konseptual dari fisika, biologi, psikologi, sosiologi dan
ilmu-ilmu historis. Seolah-olah ilmu-ilmu itu tak dapat dibandingkan satu sama
lain, dan seolah-olah dalam tiap-tiap ilmu itu diucapkan bahas yang berlainan
satu sama lain … hukum-hukum dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu khusus itu
seharusnya termasuk di dalam satu sistem tunggal, tak dapat begitu saja
bersuaian tanpa adanya kaitan. Keduanya harus membentuk ilmu pengetahuan
terpadu dengan sistem konseptual (satu bahasa bagi segala ilmu pengetahuan).”[20]
E. Postivisme dan Neo-Positivisme
Neopositivisme modern
berbeda dengan positivisme masa lalu. Karena neopositivsme ada perhatian lebih
besar pada logika dan berhubungan erat antara logika dan bahasa. Akan tetapi
positivisme dan neopositivsme sama-sama menolak segala kebenaran yang tidak
dibenarkan oleh dasar-dasar ilmiah.[21]
Positivisme brmula pada filsuf
A. Comte ( 1798-1857). Comte merupakan sosiolog pertama yang mengatakan bahwa
pemikiran setiap manusia, pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran setiap suku
bangsa pada umumnya melewati tiga tahapan:
1) Tahap Teologis
2) Tahap Metafisis
3) Tahap Positif-ilmiah
Suku-suku primitif membutuhkan
dewa-dewa untuk menerangkan gejala-gejala. Para suku-suku yang sudah mulai
dewasa memakai prinsip-prinsip abstrak-metafisi untuk menerangkan kenyataan.
Dan orang masa kini hanya memakai metode-metode positif-ilmiah.[22]
Berkembangnya Lingkaran Wina dan Positivisme Logis harus
dilihat dalam konteks perkembangan masyarakat di Eropa pada awal abad ke-20,
saat Perang Dunia I. ketika kekuatan politik dan pemerintah tumbang, maka
Lingkaran Wina dan Positivisme Logis berdiri pada barisan depan membangun
Eropa.
F. Neo-Positivisme
Empirisme Hume dilanjutkan dalam Filsafat Positivisme
yang kemudian disebut dengan neopotivisme, logisme dan saintisme. Bapak
positivisme adalah Auguste Comte. Dia membedakan kepada tiga tahap sejarah
kebudayaan:
1.
Tahap Teologi. Pada tahap ini
persoalan-persoalan dipecahkan dengan agama.
2.
Tahap Metafisika. Pada tahap ini persoalan yang
muncul dipecahkan melalui dasar-dasar abstrak metafisis.
Menurut Positivisme Comte
bahwa hal yang tidak dapat dibenarkan oleh observasi dan eksperimen hanyalah
proyeksi dan hasil ciptaan fantasi. Dan tidak ada kenyataan selain kenyataan
yang dapat menjadi pokok science. Kemudian positivisme diteruskan
menjadi neopositivisme.[24]
Ide-ide Comte tentang ilmu-ilmu positif telah mencapai
puncak dalam sosiologi dan ilmiah pada abad ke-20 dan diteruskan oleh Lingkaran
Wina. Para pendirinya dikenal dengan “Positivisme Logis”, “Neo-Positivisme”
atau dengan Empirisme Logis”. Paham mereka dapat kita rangkum bahwa:
1)
Mereka
menolak perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
2)
Menganggap
pernyataan-pernyataan yang tidak dapat diverifikasi secara empiris, seperti
etika[25],
estetika[26],
agama, metafisika[27]
sebagai nonseser.
3)
Berusaha
menyatukan semua ilmu pengetahuan didalam satu bahasa ilmiah yang universal
(Einbeistswissenschaft/ Unified Science)
4)
Memandang
tugas filsafat sebagai analisis atas kata-kata atau pernyataan-pernyataan.[28]
Alfred Ayer merupakan seorang pemikir neopositivistis yang
berpendapat bahwa realitas pada dasarnya dapat disamakan dengan data-data
indrawi (sense-data). Maka data yang tidak didsarkan pada data-data indrawi
disebut tidak bermakna (meaningless).[29]
G. Positivisme Logis atau Analitik Logis.
Filsafat analitik adalah
aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya
lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman
hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah penolakan
terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan filsafat sains.[30]
Analisis logis adalah sebuah metode yang digunakan untuk
menguji proposisi[31]
dan membagi kepada dua macam proposisi:
1) Proposisi yang dapat lebih disederhanakan
menjadi proposisi paling sederhana yang dapat diuji secara empiris.
2) Proposisi yang tidak dapat diuji sehingga dianggap
tidak memiliki makna.
Sehingga contoh-contoh yang
masuk dalam kategori proposisi yang tidak memiliki makna, maka menurut
Lingkaran Wina adalah proposisi metafisika dan teologi.[32]
Para pemikir positivisme logis berpendapat bahwa tugas
terpenting dari filsafat adalah untuk merumuskan semacam kriteria penentuan untuk
membedakan antara pernyataan yang memadai dan pernyataan tidak memadai. Pada
intinya, mereka ingin merumuskan semacam aturan-aturan koserpendensi, di mana
observasi lansung untuk menguji suatu pernyataan dapat lansung dilakukan.[33]
Pendapat Lingkaran Wina dapat dapat
kita rangkum bahwa hanya kalimat-kalimat logika dan matematika dan
kalimat-kalimat yang menganai pengamatan inderawi mempunyai makna, yang
lain-lain tidak sah dan hanya berdasarkan kekacauan dalam pemakaian bahasa.
Karena itulah gaya berpikir mereka sebagai Positivisme Logis, dan kemudian
sering di istilahkan dengan Empiris Logis.[34]
H. Teori Verifikasi.
Verifikasi yaitu sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa tembaga dapat mengalirkan
listrik, dan ini terbukti benar dan tidak dapat dibantakan lagi.[35]
Karl Popper dalam bukunya “The Logic of Scientific Discovery” mengemukakan
bahwa aturan-aturan untuk menetapkan hipotesis-hipotesis baru dan teori-teori
baru tidak ditentukan oleh komfirmasi positif, kolaborasi dalam percobaan dan
pangalaman, ataupun oleh verifikasi, misalnya semua tembaga di dalam alam
semesta ini dapat mengalirkan listrik, ini tidak dapat di verifikasi,
dikarenakan tidak mungkin terjadinya verifikasi.[36]
Alfred Jules Ayer dalam Language, Truth and Logic
mengemukakan bahwa bahasa (proposisi) hanya bermakna (benar) jika dapat di
verifikasi atau dianalisis. Ia membedakan dua verifikasi:
1)
Verifikasi
ketat (strong Verifiable).
2)
Verifikasi
lunak (Soft Variable).
Verifikasi ketat adalah verifikasi yang dilakukan dengan
menghadapkan pernyataan dengan fakta secara lansung. Sedangkan verifikasi lunak
yaitu adanya kemungkinan untuk memverifikasi pernyataan dimasa depan, yang
dimungkinkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan tekbologi. Prinsip
verifikasi yaitu “makna suatu proses proposisi adalah metode verifikasinya”.[37]
Verifikasi itu mempunyai makna yang bisa kita rangkum
sebagai berikut:
1)
Satu
proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar salahnya.
2)
Ada
bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebenaran faktual.
3)
Kebenaran
faktual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman (verifikasi).[38]
Prinsip verifikasi empiris mempunyai implikasi radikal
bahwa kalimat-kalimat metafisika dan etika harus dianggap tidak bermakna dan
karena itu tidak sah. Pernyataan metafisika itu justru karena bersifat
meta-fisika, maksudnya melampuai alam inderawi dan itu tidak dapat dipastikan
secara empiris. Maka istilah subtansi, hakikat, sebab-akibat, roh, akal budi
dan tuhan tidak menunjukkan ke dalam kategori inderawi. Maka tidak dapat di
verifikasi. Maka karena itu Postivisme Logis menyatakan kalimat-kalimat
tersebut tidak bermakna atau kosong.[39]
Cita-cita aliran ini ialah membuktikan bahwa
masalah-masalah yang dipermasahkan dan dipersoalkan dalam metafisika merupakan
masalah bahasa saja.[40]
Oleh karena itu para anggota
Lingkaran Wina sangat berminat untuk mendirikan suatu dasar intelektual yang
kukuh bagi semua sains. Mereka menganggap bahwa sains walaupun tidak terpaku
secara sempurna, sesungguhnya secara logika tercakup pada sistem yang koheren.
Dan juga menganggap bahwa pokok filsafat adalah menganalisa bahasa, khususnya
bahasa sains.[41]
Boleh CopyPaste
dengan menyumbang seikhlas saudara untuk tulisan ini! No Rekening BRI : 392101001051508
a/n FAUZIL MUBARRAQ
I.
Analisa
Penulis dan Kesimpulan
Lingkaran Wina ingin menunjukkan dan membuktikan pada
kita bahwa mereka mencoba melawan tradisi yang sudah lama di anut oleh manusia
dalam menjalani hidup di muka bumi ini. Mereka mengambil pendekatan bahwa
aliran mereka tidak berkaitan dengan metafisika dan bagi mereka metafisika
merupakan penggunaan kalimat sahaja atau pada penggunaan bahasa semata. Bagi
mereka penggunaan subtansi, roh dan lain sebagainya merupakan kata yang tidak
punya makna dan berkuatan kosong bagi mereka. Menurut mereka bahwa semua kalimat
dan proposisi harus dilakukan pembuktian empiris. Walaupun aliran mereka
bertolak belakang dengan pahaman tradisional, akan tetapi membawa pengaruh
besar pada kebangkitan Eropa setelah perang dunia pertama.
Daftar pustaka
Adelbert Snijders , Manusia dan Kebenaran, Yogyakarta: Kanisius,
2006.
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga
Kontemporer, Jakarta: Rajawali Press, 2014.
Alfred
North Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman: Dari Agama-Kesukuan Hingga
Agama-Universal, Bandung, Mizan, 2009.
Franz Magnis-Suseno, 12 tokoh etika abad ke-20,
Yogyakarta: Kanisius, 2000.
F.
Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta: Kanisius,
2003.
Harry
Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Cet: 2, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
id.wikipedia,
Lingkaran Wina, Artikel di akses tanggal 04 November 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkaran_Wina
Id.wikipedia,
Filsafat Analitik di akses tanggal 29 November 2014 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_analitik di Akses tgl 29 – 11 – 2014.
Jan
Hendrik Rapar, Pustaka Filsafat Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996.
James Garvey, 20 Karya Filsafat Terbesar, Yogyakarta:
Kanisius, 2010
Kumara
Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM -
Abad 21 yang menginspirasi Dunia Bisnis, Yogyakarta: Andi Offset, 2010.
K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, Jakarta: Teraju, 2005.
Reza
AA Wattimena, Filsafat & Sains(Sebuah Pengantar), Jakarta: Grasindo, 2008.
Suhar,
Filsafat Umum, Cet. 2, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Zainal
Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan,
2005.
[1] Suhar, Filsafat Umum, Cet. 2, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2010),, hlm. 269.
[2] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer,
(Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 150.
[3] Franz Magnis-Suseno, 12 tokoh etika abad ke-20, (Yogyakarta: Kanisius,
2000), hlm. 53.
[7] Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, (Bandung: Mizan, 2005),
hlm. 53.
[10] Otto Neurath (Jerman: [Nɔʏʀaːt] , 10 Desember 1882 - 22 Desember
1945) adalah seorang filsuf Austria bidang ilmu pengetahuan, Sosiolog, dan
ekonom Politik. Sebelum ia Melarikan diri negara asalnya pada tahun 1934,
Neurath adalah salah satu tokoh terkemuka dari Lingkaran Wina. Buka http://en.wikipedia.org/wiki/Otto_Neurath
[11] Rudolf Carnap (lahir 18 Mei 1891 di Ronsdorf, Jerman - meninggal 14
September 1970 di California, Amerika Serikat pada umur 79 tahun) adalah filsuf
positivisme logis kelahiran Jerman yang memberi kontribusi penting dalam
logika, analisis bahasa, teori peluang, dan filsafat ilmu. Buka http://id.wikipedia.org/wiki/Rudolf_Carnap
[12] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer …,
hlm. 150.
[13] Philipp Frank (20 Maret 1884, Wina , Austria-Hongaria - 21 Juli
1966, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat ) adalah seorag fisikawan,
matematikawan dan juga seorang filsuf
selama paruh pertama abad ke-20. Dia adalah seorang yang logis-positivis, dan
anggota dari Lingkaran Wina. Buka http://en.wikipedia.org/wiki/Philipp_Frank
[14] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer …,
hlm. 150.
[15] Friedrich Albert Moritz Schlick (Jerman: [Σlɪk] ( mendengarkan ); April 14, 1882 - 22 Juni
1936) adalah seorang Jerman filsuf, ahli fisika dan bapak pendiri positivisme
logis dan Lingkaran Wina. Buka http://en.wikipedia.org/wiki/Moritz_Schlick
[16] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer …,
hlm. 147-148.
[17] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer …,
hlm. 150.
[18] Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf
Barat dari Abad 6 SM - Abad 21 yang menginspirasi Dunia Bisnis,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm.
324.
[19] Alfred North Whitehead, Mencari Tuhan Sepanjang Zaman: Dari Agama-Kesukuan Hingga
Agama-Universal, ( Bandung, Mizan, 2009). Hlm.
[20] Dikutip dalam F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan
Modernitas …, hlm. 57.
[21] Theo Huijbers, Filsafat hukum dalam lintasan sejarah, (Yogyakarta:
Knisius, 1982), hlm. 175.
[22] Harry Hamersma, Pintu Masuk ke
Dunia Filsafat, Cet: 2, (
Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 59-60.
[25] Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral
[26] Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan.
Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan
bagaimana supaya dapat merasakannya.
[27] Metafisika adalah salah satu cabang Filsafat yang mempelajari dan
memahami mengenai penyebab segala sesuatu sehingga hal tetrtentu menjadi ada.
[28] F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hlm. 56.
[29] K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, (Jakarta: Teraju,
2005), hlm. 179.
[31] Proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai
benar atau salah
[32] Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers …, hlm. 324.
[33] Reza AA Wattimena, Filsafat & Sains(Sebuah Pengantar),
(Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 180.
[34] Franz Magnis-Suseno, 12 tokoh etika abad ke-20 …, hlm. 55.
[37] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer
…, hlm. 154.
[38] Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer …,
hlm. 154.
[39] Franz Magnis-Suseno, 12 tokoh etika abad ke-20 …, hlm 55.
[40] Theo Huijbers, Filsafat hukum dalam lintasan sejarah …, hlm. 176.
[41] Suhar, Filsafat Umum …, hlm. 270.
No comments:
Post a Comment